Senja
Kau tahu, Sukab? Aku
ingin mengambil senja sama seperti yang
kau lakukan dan kau berikan kepada Alina. Tapi aku tak bungkus senja itu dengan amplop. Aku masukan
ia dalam tas, sebab tas jauh lebih tebal daripada amplop hingga aku pikir
barangkali cahayanya akan lebih tidak
terlihat. Namun aku takut, jika harus mengalami seperti yang terjadi setelah
kau mengambilnya. Gelap. Lalu para polisi mengejarku. Dan ... bagaimana dengan para penikmat senja
yang lain? Itulah yang beda dari kita Sukab, kau tak pernah memikirkan mereka.
Kau hanya berpikir bahwa senja adalah sesuatu yang bagus untuk kau berikan kepada
Alina. Kau tak pikirkan apa akibat dari itu bukan? Maka akan aku ceritakan kepadamu.
Setelah kau
mengambilnya, banyak air mata yang mengalir
merasa kehilangan senja yang selama ini selalu mereka nanti. Kaki
cakrawala di barat yang biasanya kemerah-merahan, hanya tampak gelap. Aku tak
mau di balik kebahagiaanku mendapatkan senja, dunia ini jadi banjir air mata.
Tentu dunia menjadi tak lagi indah, bukan? Kalaupun aku jadi mengambilnya, akan
kuberikan kepada siapa senja itu? Pacarku? Hahaha ... itu konyol Sukab. Mana
mau ia menerimanya. Aku tak mau dia menertawaiku dan meledekku seperti yang
dilakukan Alina terhadapmu karena ada
hal yang tak kau pahami. Ya, kau tak mengerti bahwa Alina sebenarnya tak pernah
mencintaimu.
Sukab,
aku urungkan niatku untuk mengambil senja itu. Biarkan saja orang lain ikut
menikmatinya. Bukankah melihat orang lain bahagia jauh lebih membahagiakan? Tuhan
menciptakan senja yang begitu indah agar kita semua bisa melihat kekuasaan-Nya dan menyukurinya, jika aku
sendiri yang hanya memilikinya, berarti aku telah berdosa karena telah
mengambil kebahagiaan banyak orang. Seperti aku yang selalu bahagia melihatnya;
senja.
Komentar
Posting Komentar